Asal Usul dan Sejarah Lengger Banyumas
Tari Lengger memiliki akar sejarah yang panjang, konon sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram Kuno. Lengger awalnya ditarikan oleh laki-laki yang berpakaian perempuan, sehingga menggambarkan perpaduan identitas gender dalam budaya Banyumas. Tarian ini mulanya dipersembahkan dalam ritual penghormatan kepada Dewi Sri, dewi padi dan kemakmuran, sebagai ungkapan syukur atas hasil panen yang melimpah.
Seiring waktu, tarian Lengger mengalami beberapa perubahan, baik dari segi gerakan, tata rias, maupun kostum. Pada masa lalu, para penari Lengger disebut sebagai “lengger lanang” karena terdiri dari laki-laki yang meniru gerakan perempuan. Namun kini, penari Lengger didominasi oleh perempuan, meski beberapa kelompok masih mempertahankan format tradisionalnya dengan penari laki-laki.
Ciri Khas dan Makna Filosofis Lengger
Gerakan dalam Tari Lengger Banyumas mengandung filosofi tentang kehidupan masyarakat Banyumas yang sederhana namun penuh dengan nilai-nilai kebersamaan. Gerakannya mencerminkan ekspresi cinta terhadap alam, kehidupan, dan rasa syukur kepada Tuhan. Tarian ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga memiliki peran penting dalam mengajarkan nilai-nilai moral, seperti menghormati leluhur dan menghargai kebersamaan.
Salah satu ciri khas Lengger adalah gerakan gendewa atau gerakan tangan yang melingkar, menggambarkan keluwesan dan kelembutan. Selain itu, kostum penari biasanya terdiri dari kebaya tradisional dengan kain jarik bermotif khas Banyumas, yang dilengkapi dengan riasan wajah yang mencolok, terutama pada bagian alis yang melengkung tebal dan lipstik merah.
Iringan Musik yang Khas
Lengger Banyumas diiringi oleh musik gamelan khas Banyumas yang disebut gending lengger. Instrumen yang digunakan mencakup gong, kendang, saron, dan suling yang menghasilkan alunan melodi lembut namun ritmis. Setiap tabuhan gamelan memiliki makna, menjadi media komunikasi yang mempererat hubungan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.
Fungsi Sosial dan Upacara
Pada masa lalu, Lengger kerap ditampilkan dalam berbagai upacara adat, seperti hajatan pernikahan, khitanan, atau perayaan desa. Tarian ini diyakini mampu membawa berkah dan menjaga keharmonisan lingkungan. Meski saat ini fungsinya lebih banyak sebagai hiburan, tarian Lengger tetap memiliki makna spiritual dan kultural yang mendalam, serta menjadi media pelestarian budaya.
Lengger Banyumas dalam Modernisasi
Di tengah arus globalisasi dan modernisasi, keberadaan Tari Lengger tetap bertahan dan bahkan mengalami pengembangan. Banyak seniman muda yang tertarik untuk belajar dan mengembangkan tarian ini, baik dalam bentuk tari tunggal maupun kolaborasi dengan elemen-elemen seni modern. Festival seni dan budaya Banyumas kerap menampilkan Lengger sebagai bentuk promosi dan pelestarian budaya.
Pada era modern, Lengger juga menjadi inspirasi dalam bidang seni pertunjukan lain, seperti teater dan tari kontemporer. Beberapa inovasi di bidang kostum, musik, dan koreografi telah dilakukan tanpa menghilangkan nilai-nilai inti yang ada dalam tarian ini.
Pelestarian dan Tantangan Lengger Banyumas
Melestarikan Tari Lengger Banyumas bukanlah hal yang mudah. Perkembangan zaman dan pengaruh budaya luar menjadi tantangan dalam menjaga keaslian dan keberlanjutan tarian ini. Oleh karena itu, peran pemerintah, komunitas seni, serta para pelaku budaya sangat penting dalam menjaga agar Lengger tidak punah. Program pendidikan seni dan promosi budaya lokal dapat menjadi salah satu upaya untuk memperkenalkan Lengger kepada generasi muda agar terus mencintai dan melestarikan warisan budaya ini.
Kesimpulan
Lengger Banyumas bukan sekadar tarian; ia adalah cerminan filosofi kehidupan dan kearifan lokal masyarakat Banyumas. Dengan kekayaan gerak, kostum, dan musiknya, Lengger terus menyampaikan cerita dan nilai-nilai yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam upaya pelestariannya, diharapkan masyarakat semakin sadar akan pentingnya menjaga dan mempromosikan Lengger sebagai identitas budaya yang tidak hanya indah, tetapi juga sarat makna.